Sabtu, 24 Oktober 2009

gelap

gelap

apakah akan ada sedikit cahaya disana?

ataukah ini adalah kegelapan yang absolut?

kucoba memicingkan mata, agar mungkin akan muncul sesosok bentuk yang dapat kutangkap dengan mata telanjang.

Namun yang kutangkap hanyalah hitam.

Baiklah, apabila mataku tak sanggup menerobos relung-relung hitam di depan sana mungkin dapat kusentuh sesuatu. Lalu kupanjangkan tanganku, dan aku mulai berjalan perlahan. kakiku menabrak banyak sekali benda yang beserakan di tanah, atau mungkin ini bukan tanah yang kupijak.Benda-benda tersebut sekilas terasa seperti dedaunan yang terjatuh dari pohonnya, membentuk suatu pola yang tidak beraturan yang tidak terlalu menyita perhatian banyak orang tetapi mereka dengan setia menunggu untuk terinjak oleh apapun yang melewatinya, dengan ikhlas.

Kuterus melangkah ke depan. Semakin lama benda-benda yang berserakan itu pun semakin banyak, semakin menggunung, dan mulai tertabrak oleh pinggangku. Aku pun mulai merasakan ketegangan yang amat sangat dengan sejuta pertanyaan dan rasa gundah yang tanpa tali kekang, sehingga mereka mulai tidak terkendali.

Aku pun berusaha berdamai dengan mereka dengan suatu kesepakatan bahwa kami harus berbalik arah dan keluar dari gundukan daun atau apalah itu. Aku berhasil memutar seluruh badanku walaupun aku mulai merasakan ada suatu gelombang yang bergerak melalui tumpukan itu, sehingga terbersit dipikiranku bahwa tumpukan ini mulai bergerak mengalir menuju arah yang berlawanan dengan tujuanku sekarang, yaitu titik awal aku berdiri. Akupun berusaha untuk berjalan maju dengan sisa-sisa keyakinan dan tenaga namun ternyata gundukan ini semakin meninggi di depanku sehingga kini kupun tenggelam di dalamnya, dan dengan arus yang semakin kencang sehingga otomatis akupun terseret di dalamnya menuju entah kemana dan aku hanya dapat berharap agar hal ini segera berakhir dan aku terbangun dari mimpi buruk ini.

Sekilas dalam keadaan yang berantakan ini aku melihat setitik cahaya nun jauh disana, tapi sebentar, aku mengenali asal datangnya cahaya itu.

ya aku tahu!!

Dia berasal tepat dari titik dimana pertama kali aku tiba ke tempat aneh ini,

ya!!

Disana pertama kali aku berdiri menatap hampa ruang ini, dan akhirnya aku pun tergoda untuk menjamahnya karena terpancing rasa penasaran yang sebenarnya tidak terlalu mengebu-gebu namun dia ada di dalam diriku menunggu untuk kusapa. Tak tahu lagi apa yang harus kulakukan, aku berusaha berenang menuju titik itu, namun seperti ada tangan-tangan kecil yang menarikku kembali. Aku pun berteriak, namun aku tak dapat mendengar sedikitpun suaraku berhasil memanjat keluar melalui kerongkonganku ini, apakah aku menjadi bisu? Aku benar-benar tak punya daya apapun selain berdoa dan memohon kepada sang semesta untuk memberiku kesempatan untuk dapat muncul ke permukaan sehingga setidaknya aku bisa mengira-ngira di titik mana di bumi ini aku berada. Namun nampaknya itu hanya tinggal doa dan harapan, aku terus hanyut dalam gelombang masal sungai daun ini, dan sedikit demi sedikit aku kehilangan kesadaranku.

ummmmhhhhhh

Aku merasa gamang, namun kini aku yakin aku sudah tidak terperangkap di tengah gelombang benda-benda aneh itu, namun kepalaku masih terasa berat dan mataku sukar untuk terbuka. Setitik demi setitik cahaya menerobos masuk ke dalam kelopak mataku yang masih tertatih-tatih mencoba menghidupkan kembali fungsinya.

Sembari aku pun membangunkan badanku dan mengambil posisi duduk agar mampu mengontrol keseimbangan badanku, berangsur-angsur penglihatanku pun membaik, dan satu hal yang kusadari aku sudah tidak berada dalam dimensi yang hitam pekat tanpa cahaya sekalipun. Sedikit rasa lega dapat kurasakan dari hembusan nafasku yang agak berat namun mantap. Aku pun berusaha mendongakkan kepalaku agar aku bisa segera mengambil kesimpulan dimanakah aku berada sekarang.

apa???

Aku sangat terkejut. Aku memang berhasil keluar dari ruang hampa tadi namun kondisinya tidak lebih baik dari sebelumnya, sekarang aku terperangkap di dalam gundukan kertas-kertas yang menjulang tinggi yang seakan-akan mereka bersahabat dengan angkasa. Aku pun bergegas untuk mencari suatu celah agar aku dapat menerobos dan berlari terus ke arah yang lebih baik, aku gali, aku cabut, aku sobek, bahkan aku mencoba untuk memanjatnya, semua sia-sia, hanya membuang tenaga dan keyakinan percuma. Aku pun kembali terduduk diam dalam keputus-asaan.

Apa yang harus kulakukan kini? Aku ingin kembali kesana, ke titik dimana seharusnya aku berada saat ini. Dalam kondisi yang sangat tidak nyaman ini aku tidak sengaja menarik secarik kertas yang menjadi bagian dari gunung kertas yang mengelilingiku.

Oh, ternyata sebuah amplop lengkap dengan perangko dan segel yang masih tertutup rapat, namun tidak ada tanda tertuju atau sang pengirim surat ini. Dengan lemah hati aku membuka amplop itu, dengan harapan mungkin isinya akan menarik dan dapat membuat hatiku lebih tenang dan kuat menghadapi ini semua, kutarik kertas yang terlipat rapih di dalamnya. Sebelum aku membuka lipatan yang pertama, aku bergumam dalam hati memohon izin dan maaf dari sang pengirim karena walaupun kondisi ini tidak mengenakan aku adalah orang yang menjunjung tinggi etika. Kubuka lipatan pertama, lalu yang kedua, dan yang terakhir mengawali sesi membaca surat yang tidak kukenal ini. Wow, surat yang cukup singkat dengan tulisan yang sedikit abstrak dan penuh dengan coretan yang menandakan banyak tulisan yang salah yang tidak seharusnya tercantum di dalamnya yang isinya sebagai berikut.

" Yah, maafkan aku, aku sebenarnya sangat ingin mengakui bahwa aku tidak suka makan brokoli, namun aku takut, jadi saat ayah sudah memasak susah payah untukku aku buang di toilet saat ayah pergi ke kantor, tapi itu juga aku tidak berani mengakui, maaf ya yah.

Anakmu yang penakut

JIMMY "

Ummmhhhh, sebentar. Aku seperti mengenali surat ini, lalu kubuka surat-surat yang lain.

Surat-surat tersebut tertuju untuk banyak orang, misalkan -ibu, kakak, Ani, Bimo, kakek- dan lain-lain. Namun semua dikirim oleh pengirim yang sama yaitu JIMMY.

Sebentar!!!

JIMMY!!!!

Itu adalah namaku,

ya!!

JIMMY adalah namaku,

dan aku adalah JIMMY

Dan akhirnya aku sadar bahwa semua surat ini adalah hasil karyaku di masa lalu yang hanya kubuat tapi tidak pernah satupun kuberikan kepada orang yang ku maksud. Tapi tidak mungkin, aku masih belum yakin semua surat yang menumpuk disini seluruhnya adalah buatanku. Terus kubuka dan kubaca semua surat yang menggunung itu, aku ingin memastikan bahwa ini hanya suatu kebetulan dan kebetulan dan kebetulan yang ajaib.

Tapi akhirnya aku menyerah

ya, mereka semua adalah karya gagalku, karya yang gagal ku buktikan kepada orang-orang terkasihku, kepada orang-orang yang mempercayaiku dan mendukungku setengah mati, karya yang tidak seharusnya hanya kutulis di atas kertas lalu kumasukkan ke dalam amplop dan akhirnya kubiarkan menumpuk dan membusuk di sudut-sudut hatiku, di celah-celah anganku. Karya yang seharusnya dengan bangga kupersembahkan kepada mereka, mereka yang selalu yakin bahwa aku adalah aku.

Rabu, 21 Oktober 2009

Trotoar Blues

Pukul 19.40-21.13

trotoar mba nur dibelakang gedung UAI

Setelah puas berputar-putar dengan kekasih sepanjang siang menuju petang akhirnya saya kembali ke kampus diantar oleh sang pujaan hati. Seperti biasa trotoar ditengah jalan dibelakang gedung UAI menjadi tempat bersenda gurau teman-teman sejawat UAI, saya tidak akan menyebutkan nama mereka satu persatu karena akan menyita tempat dan pikiran saya dikarenakan jumlahnya yang lumayan banyak dan saya tidak ingat sedetail itu tentang mereka ditambah dengan pencahayaan yang minim pula, saya takut apabila saya lupa menyebutkan nama salah satu dari kami, saya berhutang psikologis dengan mereka.

Namun disini ada beberapa orang yang akan dengan lantang saya sebutkan namanya, kalau perlu beserta nama lengkap dan NIM atau no. KTP, namun sayangnya lagi-lagi saya tidak tahu menahu sedetail itu tentang mereka, yang saya tahu malam ini kami berbagi sesuatu yang amat sangat berharga dan menyenangkan yang membuat hati kami dan semoga, orang disekitar kami yang menyimaknya pun merasa lebih mantap dan tegar. Kami sebut hal itu, bahkan seluruh dunia menyebutnya dengan BLUES.

Diawali dengan pembicaraan ringan bersama mas Wisnu, Erpe, Riswan, Ibing, Bayu, dan saya sendiri ditemani sebuah gitar kopong berdawai 6 dari nilon kepunyaan tuan Ibing, kami berdiskusi panjang lebar tentang apa yang ada di kepala kami distimulasi dengan minuman murah yang membara dibungkus kantong plastik warna hitam ( tapi saya tidak menkonsumsi minuman tersebut ). Sesekali saya memainkan satu atau dua tembang yang lumayan familiar di kuping kami, dari Bob marley hingga lagu band saya sendiri "Youngdebrock", "Lumayan untuk promisi" dalam hati saya bergumam ( hihihihihi ).

Seiring memekatnya malam datang seorang kawan yang selalu menyenangkan buat saya kehadirannya, banyak sekali sebutan untuk beliau yang bertebaran di antero jagat ini, ada yang memanggilnya Jorgie, Satria, Vladimir Poti, Cepot ta u u, Potzz, namun yang paling simple dan tepat adalah Cepot. Dia adalah tandem saya dalam seksi menimang gitar di Youngdebrock. Lalu kamipun berdiskusi banyak tentang persiapan Youngdebrock menjelang Jakarta International Blues Festival yang akan diselenggarakan di senayan tanggal 7 November ini, banyak hal yang mebuat hati kami redup sekaligus bersemangat dalam menghadapinya. Kemudian disela-sela sesi ini teman-teman yang saya sebutkan diatas kecuali Cepot mendadak harus menyingkir sejenak dari titik ini karena suatu hal. tersisalah dua makhluk laknat ini, saya dan Cepot. Dengan lantang kami pun menyanyikan tembang-tembang YDB tanpa malu-malu walaupun traffic saat itu sedang ramai-ramainya. Kami berteriak dan bernyanyi, dan disetiap ending lagunya kami pun tersenyum puas dan membudayakan toss dengan sendirinya tanpa disuruh karena kami merasakan gelora yang telah lama terpendam, maklum 4 bulan telah berlalu setelah terakhir kami berlatih bersama-sama disalah satu studio di Ciputat.

Tidak lama teman-teman yang lainpun kembali bergabung dan saya pun mendiskusikan tentang masa depan dengan mas Wisnu, disela-sela diskusi kami Cepot memainkan "get up stand up" nya Bob marley, spontan saya ikut bernyanyi dan membagi fokus antara berdiskusi dengan bernyanyi saat itu ( mohon maaf mas Wisnu, hihihi ). lalu disambung dengan tembang-tembang YDB dan impruvisasi Blues 12 bar dengan berdendang asal-asalan khas blues yang cenderung bercerita bukan bernyanyi. Tiba-tiba Riswan datang dengan seorang teman wanita bernama Eep ingin meminta bantuan untuk menggambar suatu ilustrasi untuk keperluan Orientasi mahasiswa, dengan ditemani diskusi-diskusi yang menyenangkan dan lantunan gitar Cepot saya pun mulai menggambar. setelah selesai menggambar, satu persatu dari kami pun beranjak menuju kediaman masing-masing sehingga tinggal saya, Cepot, dan Ibing yang tersisa. Dengan sisa nafas terakhir secara otomatis kami pun mulai berdendang ria ala blues pinggiran, diawali tembang-tembang YDB (lagi), seperti "all school reunion", " kawalan ", " mystic life " " waking up blues " kami bermetafora menjadi suara-suara yang secara harmonisasi berantakan namun ada satu hal yang saya rasakan disana, yaitu kebebasan.

Diteruskan dengan tembang-tembang yang cukup populer seperti "3 libras-perfect circle", "wish you were here-incubus". Suasana pun memanas, dan kami menghantam jiwa kami dengan lantunan-lantunan galau khas blues, lagi dan lagi kami berimpruvisasi yang saling bersahutan dan secara tidak sadar suara kami pecah menjadi suara 1,2 dan 3, wuaawwww luar biasa menurut saya, 3 orang yang tidak pernah berlatih bersama tiba-tiba membentuk suatu sinergi yang memekakkan hati. Namun disitu saya menyadari betapa galaunya hati kami bertiga malam ini, namun hal itu tebayar dengan semua harmonisasi nada pentatonic dan sketch-sketch yang kami keluarkan, dan itulah blues. Setelah cukup lama bernyanyi, saya menyadari bahwa suasana semakin malam dengan bertambah sepinya orang-orang yang ada di sekeliling kami, lalu saya pun memutuskan untuk menyegerakan diri tiba dirumah, namun sebelum saya bergegas untuk pulang, Cepot mengajak saya untuk menutup sesi ini dengan lagu "got this thing on the move-grandfunk" yang walaupun gagal namun menyenangkan. Lalu saya pun berpamitan dengan teman-teman. Sepanjang perjalanan pulang senyum saya menyeringai puas, dan satu hal yang saya sadar malam ini kami bertiga telah berbagi perasaan dengan medium yang unik dan magis, walaupun hanya bermodalkan teriakan dan desahan pentatonic namun kebebasan itu terasa. Malam yang luar biasa dan saya harap akan ada malam-malam yang menggelora seperi malam ini di malam-malam selanjutnya. HAIL THE BLUES!!!